Musim Kemarau Basah Air Melimpah, BPBD Trenggalek Digelontor Puluhan Tandon Air Besar

oleh
oleh

TRENGGALKEK, bioztv.id – Meski memasuki musim kemarau, hujan kecil masih rutin mengguyur sejumlah wilayah di Trenggalek. Fenomena ini kita kenal sebagai kemarau basah. Meskipun air terlihat melimpah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek telah menerima 50 tandon air dari BPBD Jawa Timur.

Kepala Pelaksana BPBD Trenggalek, St. Triadi Atmono, menegaskan bahwa pihaknya terus berkoordinasi lintas sektor bersama TNI dan Polri. Tujuannya, untuk memastikan suplai air tetap aman bagi konsumsi warga maupun kebutuhan pertanian.

“Sebagaimana prakiraan BMKG, sampai saat ini masih terjadi musim kemarau basah. Namun, Pemerintah Kabupaten Trenggalek tetap siaga dan menganalisis ketersediaan air secara berkala,” terang Triadi.

Tandon Air dari Provinsi, Sumur Bor Jadi Solusi Jangka Panjang

Sebagai bagian dari strategi mitigasi, BPBD Provinsi Jawa Timur telah mengucurkan bantuan logistik berupa tandon air berkapasitas 1.200 liter. Rencananya, tandon air ini akan segera terdistribusi ke desa-desa berisiko terdampak kekeringan.

Tak hanya itu, BPBD juga mengimbau dinas teknis memeriksa menyeluruh infrastruktur irigasi, termasuk memastikan saluran air berfungsi optimal demi menjamin pasokan bagi petani.

“Beberapa tahun lalu, kami juga sudah mengoptimalkan pembangunan sekitar 30 sumur bor di sejumlah titik. Itu sangat membantu saat musim kemarau panjang,” jelasnya.

Langkah ini penting mengingat pengalaman tahun sebelumnya, di mana sekitar 72 desa di 14 kecamatan masuk kategori rawan kekeringan. Wilayah Kecamatan Panggul menjadi titik paling rentan dengan jumlah desa terdampak terbanyak.

“Kami sudah menyiagakan berbagai kebutuhan logistik, termasuk jika sewaktu-waktu harus memobilisasi air bersih ke wilayah yang terdampak,” tegas Triadi.

Kemarau Lebih Pendek, Tapi Risiko Tak Boleh Diremehkan

Meskipun data BMKG menyebut musim kemarau tahun ini cenderung lebih pendek, Triadi tetap mengingatkan semua pihak agar tidak lengah.

“Alhamdulillah, sampai saat ini belum ada permintaan pengiriman air bersih secara darurat. Namun, kami tetap waspada. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juli hingga Agustus,” ujarnya.

Fenomena kemarau basah memang menciptakan paradoks. Pasalnya, air melimpah, tetapi ancaman kekeringan tetap mengintai karena distribusi air yang tidak merata. Terlebih di daerah pegunungan atau dataran tinggi, di mana akses air bersih masih mengandalkan distribusi manual.(CIA)

Views: 33