OPINI – Kekosongan jabatan tinggi pratama di Kabupaten Trenggalek semakin menjadi perhatian publik. Hingga saat ini, 16 Januari 2025, Komisi 1 DPRD Trenggalek telah memanggil Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk mendiskusikan isu yang belum menemui titik terang ini. Dari sembilan posisi eselon II yang kosong, tujuh diisi pelaksana tugas (PLT), sementara dua posisi staf ahli tetap kosong, dengan tanggung jawabnya dilimpahkan ke Sekretaris Daerah (Sekda).
9 posisi jabatan tinggi pratama eselon II yang belum diisi pejabat definitif adalah=
- Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA)
- Inspektur
- Kepala Dinas Perhubungan
- Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
- Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan
- Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol)
- Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia
- Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik
- Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Dua jabatan staf ahli tersebut yakni staf ahli bidang Kemasyarakatan dan staf ahli Sumber Daya Manusia serta Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik. Kedua jabatan tersebut sementara ini ditangani langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda).
Publik mungkin mengira Bupati Trenggalek terhalang regulasi dalam mengangkat pejabat tinggi pratama karena masa iddah enam bulan sesuai Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, yang kemudian diperkuat dengan surat edaran Mendagri tanggal 29 Maret 2024. jika itu masalah besarnya Pemerintah Republik Indonesia telah menyiapkan skemanya.
Mekanisme pengisian jabatan di akhir dan awal masa jabatan bupati, juga telah diatur, Bupati diharuskan mendapatkan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mengisi pejabat tinggi pratama. Solusi ini telah dijelaskan dalam pasal 71 ayat 2 UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada.
Aturan main sudah ada, tinggal political Will Bupati berkirim surat ke Kemendagri.
Seandainya Mendagri Mengizinkan, Pemerintah tinggal melaksanakan seleksi terbuka untuk jabatan tinggi pratama yang dibutuhkan, secara aturan sudah jelas dan rigid untuk dapat dilaksanakan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, menjadi dasar hukum seleksi jabatan tinggi pratama
Selanjutnya bupati akan menertibkan peraturan bupati sebagai tindak lanjut dari aturan hukum di atasnya, dalam peraturan bupati tersebutlah syarat, kompetensi, kualifikasi, dan hal-hal lain diatur lebih detail.
Apakah Trenggalek sudah pernah? Sudah dan sering proses ini adalah proses mudah dan wajar untuk seorang PNS untuk menduduki jabatan tinggi pratama jadi bukan hal baru.
Proses seleksi terbuka jabatan tinggi pratama bukan merupakan masalah bagi BKD Trenggalek , mereka siap dan mampu untuk hal ini.
Piramida Kepangkatan ASN yang Gendut di tengah
Sesuai data badan ke[pegawaian daerah (BKD) Kabupaten Trenggalek, Jumlah aparatur sipil negara (ASN) di Trenggalek saat ini mencapai 8.253, yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) 5.899 & pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2.354. Jumlah ini sukup besar untuk ukuran kabupaten kecil seperti Trenggalek dengan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) per tahun yang hanya Rp. 1.9 Triliun.
Dalam rapat kerja antara komisi I DPRD Trenggalek dengan BKD, terungkap bahwa piramida kepangkatan di Trenggalek gendut ditengah. Menurut BKD golongan III D mencapai 1.376 orang. Sedangkan diatasnya dan dibawahnya cenderung mengecil.
Sesuai data yang disampaikan oleh BKD dalam rapat kerja dengan komisi 1 DPRD, 1 C = 6, 1 D = 26, 2 A = 85, 2 B = 61, 2 C = 349, 2 D = 431, 3 A = 695, 3 B = 789, 3 C = 500, 3 D = 1.376, 4 A = 305, 4 B = 623, 4 C = 184, 4 D = 10.
Terlihat data tersebut kondisi kekosongan jabatan tinggi Pratama seperti ini akan terjadi lagi di masa depan. Dalam hal ini memang tidak banyak opsi yang bisa digunakan, pasalnya promosi jabatan menjadi sorotan dan rawat polemik di publik.
Political Will dan Good Governance
Good Governance atau tata kelola, dalam beberapa sumber ada 8 karakteristik dari good governance itu sendiri, yaitu Partisipasi, Aturan Hukum, Transparan, Responsif,I nklusif, akuntabel, berorientasi pada konsensus, serta Efektif dan efisien.
Dalam kasus pengisian jabatan ini pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam hal ini Bupati Trenggalek, tidak efektif dan efisien dalam menjalankan manajemen pemerintahan. Kondisi ini terlihat dari adanya salah satu kursi kepala dinas kosong hingga 2 tahun, kemudian sisanya 6 bulan sampai 1 tahun juga dibiarkan kosong.
Selain menunjukkan tidak responsifnya dalam pengisian jabatan tinggi pratama, kondisi ini membuat, proses pengambilan keputusan kebijakan apalagi menjelang penyusunan RAPBD dan laporan tahunan menjadi terhambat.
Misalnya, jika seharusnya berkas atau dokumen bisa selesai hanya 5 menit, dengan tanpa danya pejabat definitif harus dikirim ke kantor lain untuk ditandatangani oleh pelaksana tugas kepala dinas yang juga memiliki jabatan definitif di OPD atau dinas lain.
Pengisian jabatan memang isu elit, dan masyarakat tidak menerima dampaknya secara langsung, tetapi bagi tata kelola pemerintahan, kekosongan jabatan level pratama akan membuat hal-hal yang bersifat teknis dan administrasi di dalam satuan kerja akan berdampak.
Sesuai hasil rapat kerja Komisi I DPRD Trenggalek bersama BKD Trenggalek, secara implisit bola panas sudah berada pada Bupati Trenggalek. Kenapa disebut demikian, karena memang hanya bupati yang bisa berkirim surat kepada Mendagri.
Political Will dari Bupati yang bisa mempercepat pengisian jabatan yang kosong. Dengan adanya pejabat tinggi pratama yang definitif, dipilih berdasarkan prinsip-prinsip good governance, juga akan mempercepat agenda pembangunan pemerintah.
Apakah pengisian jabatan tinggi pratama menunggu 6 bulan lagi setelah pelantikan Bupati dan Wakil bupati di bulan Februari 2025 mendatang atau akan lebih lebih cepat ?, tidak ada yang tahu. Bahkan apakah Bupati Trenggalek akan mengirim surat ke Mendagri, BKD juga tidak menjawab.
Penulis : Iqmal Eaby Mugy Mahawidya,
Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang yang saat ini menjadi anggota Fraksi Amanat Demokrat DPRD Kabupaten Trenggalek, dan anggota Komisi 1 DPRD Trenggalek