Sengketa 16 Pulau Trenggalek Memanas: Nelayan Ancam Perlawanan Adat Jika Tak Dikembalikan

oleh
oleh

TRENGGALEK, bioztv.id – Polemik sengketa 16 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung, Jawa Timur, terus memanas. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Trenggalek mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera menyelesaikan konflik ini dan mengembalikan status kepemilikan pulau-pulau tersebut ke wilayah Trenggalek.

Ketua DPC HNSI Trenggalek, Abi Suprapto, menegaskan bahwa nelayan Prigi menolak jika 16 pulau itu jatuh ke tangan Kabupaten Tulungagung. Menurutnya, selama ini para nelayan Trenggalek telah menjaga dan melestarikan kawasan tersebut, bahkan menjadikannya lokasi penting dalam tradisi turun-temurun.

“Jika 16 pulau itu Tulungagung ambil alih, maka bukan hanya merampas hak wilayah kami, tapi juga merusak tradisi budaya nelayan Prigi yang sudah kami jaga sejak lama,” ujar Abi Suprapto saat ditemui di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Sabtu (5/7/2025).

Abi menilai keputusan sementara Kemendagri yang menempatkan 16 pulau di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur justru memperkeruh suasana. Ia khawatir, ketidakjelasan ini dapat memicu konflik horizontal antarwarga di dua kabupaten yang selama ini hidup berdampingan.

“Tindakan sewenang-wenang dari Kementerian Dalam Negeri ini bisa memicu benturan di akar rumput. Jangan anggap enteng keresahan masyarakat pesisir, apalagi ini menyangkut harga diri dan keberlangsungan budaya kami,” tegasnya.

Lebih jauh, Abi menyebutkan, salah satu dari 16 pulau tersebut bahkan berada di dalam kawasan Teluk Prigi, hanya sekitar 1,5 kilometer dari pelabuhan. Pulau ini selama ini menjadi lokasi strategis bagi para nelayan saat mencari ikan maupun berlabuh.

“Ini bukan sekadar soal batas wilayah administratif, tetapi tentang nasib komunitas nelayan dan tradisi yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Jika tuntutan ini diabaikan, kami siap melakukan perlawanan melalui jalur adat nelayan Prigi,” ancam Abi.

Sebelumnya, Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir dalam konferensi pers di Jakarta (24/6/2025) menyatakan, sementara ini ke-16 pulau yang dipersengketakan itu berada di bawah administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sambil menunggu hasil rapat lanjutan awal Juli 2025 yang akan melibatkan Gubernur Jatim, Ketua DPRD Jatim, serta kepala daerah dan DPRD dari dua kabupaten tersebut.

Tomsi menambahkan, meskipun ke-16 pulau tersebut tidak berpenghuni, penetapan administratif tetap dibutuhkan sebagai dasar hukum dan tata kelola wilayah.

Namun, bagi para nelayan Trenggalek, status administratif itu bukan soal kosong. Lebih dari sekadar administrasi, pulau-pulau itu adalah bagian dari identitas dan harga diri mereka. Abi Suprapto pun mendesak Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin (Mas Ipin) dan DPRD Trenggalek untuk tidak tinggal diam.

“Kami meminta Mas Ipin dan DPRD untuk bersikap tegas, ambil langkah strategis dan jangan biarkan hak Trenggalek dicaplok. Ini soal kedaulatan wilayah dan martabat nelayan pesisir,” tegas Abi.

Desakan keras ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah pusat, bahwa persoalan batas wilayah di daerah pesisir bukan sekadar garis di peta, melainkan soal identitas budaya, kesejahteraan nelayan, dan potensi konflik sosial jika tidak ditangani dengan bijak.

Jika Kemendagri terus mengulur waktu tanpa keputusan final yang berpihak pada sejarah dan hak masyarakat Trenggalek, bukan tidak mungkin, perlawanan kultural di pesisir selatan Jawa Timur akan menjadi fakta yang tak bisa dihindari.(CIA)

Views: 1287