Penanganan Santri Meninggal di Trenggalek, Kemenag Ogah Masuk Ranah Dugaan Kelalaian

oleh
oleh

TRENGGALEK, bioztv.id – Kasus meninggalnya seorang santri berusia 13 tahun di di Pondok Pesantren Ar-Ridwan, Kelutan, Trenggalek, masih menjadi sorotan publik. Meski sudah lakukan peninjauan langsung di lokasi, Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Trenggalek ogah masuk ranah dugaan kelalaian.

Santri berinisial Z, warga Desa Semurup, Kecamatan Bendungan, meninggal dunia setelah menjalani operasi usus buntu akut di RSUD dr. Soedomo pada 3 September 2025. Meski muncul isu dugaan kelalaian, Kemenag Trenggalek menegaskan fokus mereka bukan pada tuduhan, melainkan pembinaan dan perbaikan tata kelola pesantren.

Kepala Kemenag Trenggalek, Nur Ibadi, menegaskan lembaganya tidak berwenang memastikan ada atau tidaknya kelalaian. Ia menekankan bahwa Kemenag hanya bergerak di ranah pembinaan, verifikasi fakta, serta memastikan pesantren menjalankan standar pendidikan dan kesehatan sesuai regulasi.

“Terkait rumor dugaan kelalaian, kami di Kemenag tidak masuk ke ranah itu. Kalau ada pihak yang menilai atau menduga macam-macam, silakan. Ruang kami adalah turun melakukan pembinaan, validasi, dan memastikan kondisi sesuai fakta. Jangan sampai satu kasus ini digeneralisasi seolah semua pesantren sama,” ujar Nur Ibadi, Selasa (9/9/2025).

Ia mengingatkan bahwa di Jawa Timur terdapat lebih dari 7.000 pesantren berizin resmi Kemenag, dan lebih dari 10.000 pesantren non-izin yang tetap aktif.

“Anak-anak kami juga mondok, dan mereka baik-baik saja. Jadi penting agar publik tidak serta-merta mengeneralisasi kasus ini,” tambahnya.

Kronologi Penyakit hingga Wafat

Tim Kemenag memverifikasi bahwa santri Z mulai sakit sejak 29 Agustus 2025 dengan gejala buang air besar terus-menerus. Pihak pondok kemudian memindahkan Z ke lantai dasar agar lebih mudah dirawat. Pada 31 Agustus, pengurus pondok menjemput orang tua untuk membawa Z ke rumah sakit.

Dokter menemukan infeksi usus buntu akut yang sudah menyebar. Setelah menjalani operasi pada 2 September, Z meninggal dunia sehari kemudian. Humas RSUD dr. Soedomo, Sujiono, memastikan penyebab kematian murni akibat usus buntu akut tanpa tanda kekerasan.

“Kami tidak menemukan bekas penganiayaan,” tegasnya.

Evaluasi Tata Kelola Pesantren

Meski menolak menilai isu kelalaian, Kemenag menegaskan peristiwa ini harus menjadi alarm perbaikan. Nur Ibadi menekankan pentingnya keterbukaan orang tua soal riwayat kesehatan anak sebelum memasukkan ke pesantren.

“Jangan sampai ada santri baru dengan penyakit bawaan berbahaya yang tidak diketahui pihak pesantren. Kami mendorong agar implementasi Perdirjen Pendis Nomor 4837 Tahun 2022 tentang pola hidup bersih dan sehat benar-benar dijalankan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa sebagian besar pesantren di Trenggalek sudah memiliki Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Namun, tanpa komunikasi terbuka dari orang tua, penanganan kesehatan akan terlambat.

“Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bersama. Pesantren wajib memperkuat tata kelola kesehatan, sementara orang tua juga harus terbuka soal kondisi anak,” tandasnya.

Kasus Z tidak hanya mencerminkan persoalan penyakit, tetapi juga sistem kesehatan dan komunikasi di pesantren. Masyarakat berharap Kemenag tidak berhenti pada konsolidasi, tetapi memperkuat pembinaan agar standar kesehatan santri benar-benar terjamin.

Peristiwa ini menyisakan pelajaran penting: pesantren harus lebih transparan, orang tua wajib terbuka, dan negara melalui Kemenag perlu memperkuat regulasi serta pengawasan. Bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk mencegah tragedi serupa terulang kembali. (CIA)

Views: 74