TRENGGALEK, bioztv.id – Polemik kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir Pantai Konang, Kecamatan Panggul, Trenggalek, terus menuai sorotan. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek mendesak pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera mencabut sertifikat tersebut, karena dinilai bertentangan dengan kepentingan masyarakat pesisir.
Ketua GMNI Trenggalek, Mochamad Sodiq Fauzi, menegaskan bahwa penerbitan SHM di wilayah pesisir tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan.
“Sejatinya, tugas negara adalah memakmurkan rakyatnya, melindungi segenap bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum. Namun, setelah 79 tahun merdeka, masih banyak amanat rakyat yang tidak terpenuhi, termasuk perlindungan terhadap sumber daya alam,” tegas Sodiq dalam pernyataan sikap resmi GMNI Trenggalek, Selasa (10/10/2023).
Fakta di Balik Sertifikat Hak Milik di Pantai Konang
Berdasarkan data yang diakses dari website Bhumi ATR/BPN, pada laman bhumi.atrbpn.go.id terdapat delapan petak tanah di Pantai Konang yang telah memiliki SHM. Total luas lahan yang tercakup mencapai 20.600 meter persegi.
8 titik koordinat yang menunjukkan petak Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pantai konang tersebut meliputi, 8.273736°S, 111.452664°E, luas 3.210 m². 8.272108°S, 111.451550°E, luas 2.460 m². 8.271851°S, 111.451460°E, luas 2.470 m², 8.271519°S, 111.450953°E, luas 2.600 m². 8.270593°S, 111.450309°E, luas 2.519 m². 8.269994°S, 111.449640°E, luas 2.166 m². 8.269303°S, 111.448822°E, luas 2.815 m². 8.269012°S, 111.448615°E, luas 2.360 m².
Menurut Sodiq, koordinat lokasi tersebut tersebar di sepanjang pesisir pantai, yang seharusnya menjadi kawasan lindung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Ini jelas bentuk kegagalan pemerintah dalam mengawasi dan mengelola wilayah pesisir. Pantai Konang seharusnya dilindungi, bukan malah dikomersialisasi oleh segelintir oknum,” ujar Sodiq.
GMNI Trenggalek menduga, penerbitan SHM tersebut tidak lepas dari permainan oknum tertentu yang memanfaatkan celah hukum untuk kepentingan pribadi. “Kami yakin ada rencana besar di balik ini, mungkin untuk proyek komersial skala besar. Ini jelas merampas ruang hidup masyarakat,” tambahnya.
Ancaman bagi Masyarakat dan Lingkungan
Sodiq menjelaskan, Pantai Konang memiliki ekosistem yang vital, termasuk sebagai habitat peneluran penyu.
“Pantai ini memiliki pasir yang cocok untuk penyu bertelur. Jika dikelola dengan benar, Pantai Konang bisa menjadi wilayah konservasi seperti Pantai Kili-kili, yang memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat,” paparnya.
Namun, keberadaan SHM di kawasan tersebut justru mengancam kelestarian lingkungan dan hak tradisional masyarakat lokal.
“Ini bukan hanya soal tanah, tapi juga tentang masa depan nelayan tradisional dan masyarakat adat yang bergantung pada sumber daya pesisir,” tegas Sodiq.
Pelanggaran Hukum dan Rekomendasi GMNI
GMNI Trenggalek menegaskan bahwa penerbitan SHM di Pantai Konang melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010, yang melarang pemberian hak pengusahaan di wilayah pesisir. Selain itu, hal ini juga bertentangan dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan perorangan.
“Kami mendesak ATR/BPN Trenggalek untuk segera mencabut semua SHM di Pantai Konang. Pemerintah juga harus memberikan akses dan perlindungan kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanjutan,” tegas Sodiq.
Tuntutan GMNI Trenggalek
Dalam pernyataan sikapnya, GMNI Trenggalek mengajukan tiga tuntutan konkret:
- Pencabutan SHM: ATR/BPN Trenggalek harus segera mencabut semua Sertifikat Hak Milik di kawasan pesisir Pantai Konang.
- Perlindungan Masyarakat Lokal: Pemerintah Kabupaten Trenggalek wajib memberikan akses dan perlindungan hukum kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya pesisir.
- Penegakan Hukum: Pemerintah harus tegas dalam melindungi wilayah pesisir dari eksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dampak Jangka Panjang
Sodiq memperingatkan, jika masalah ini tidak segera ditangani, dampaknya akan sangat serius.
“Selain merusak ekosistem, ini juga akan memicu konflik sosial dan mengancam penghidupan nelayan tradisional. Pemerintah harus bertindak sekarang sebelum terlambat,” tandasnya.
Dengan sorotan tajam terhadap polemik SHM di Pantai Konang, GMNI Trenggalek mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam dan hak-hak rakyat, sesuai dengan semangat konstitusi. GMNI Trenggalek berharap, pernyataan sikap ini dapat mendorong pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam melindungi Pantai Konang dan hak-hak masyarakat lokal.
“Kami akan terus mengawal isu ini hingga ada keadilan bagi rakyat,” pungkas Sodiq.(CIA)