Kasus Demam Berdarah di Trenggalek Awal 2025, Puskesmas Watulimo Jadi Sorotan

oleh
oleh

TRENGGALEK, bioztv.id – Awal tahun 2025 menjadi alarm bagi masyarakat Trenggalek untuk waspada terhadap kasus Demam Berdarah Dengue (DBD). Hingga 8 Januari, tercatat 25 kasus DBD di seluruh wilayah kabupaten ini, dengan jumlah tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Watulimo.

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes PPKB) Trenggalek, dr. Sunarto, mengungkapkan bahwa kasus DBD pada awal tahun 2025 ini sudah terjadi di sejumlah kecamatan. Diantaranya di Watulimo, Gandusari, Trenggalek, Pogalan, Kampak, Munjungan, Bendungan dan Dongko

“Pada Awal Januari 2025 ini wilayah Puskesmas Watulimo mencatat jumlah kasus tertinggi dengan enam kasus, disusul oleh Puskesmas Gandusari sebanyak lima kasus,” jelasnya.

Ia menambahkan, peningkatan kasus DBD sebenarnya sudah terjadi pada 2024 lalu. Pada Januari 2024, tercatat 56 kasus DBD yang kemudian melonjak pada Februari hingga lebih dari 100 kasus, dengan puncaknya terjadi pada bulan Maret dan April.

“Setelah itu, jumlah kasus mulai menurun hingga mencapai kurang dari 50 kasus per bulan pada Juli 2024,” jelas Sunarto.

Rentan pada Anak Usia Sekolah

Data yang dihimpun Dinkes PPKB Trenggalek menunjukkan bahwa kelompok usia yang paling rentan terhadap DBD adalah anak-anak usia sekolah, yakni antara 5 hingga 19 tahun. Pada 2024 lalu, kelompok ini menyumbang lebih dari 50% dari total kasus.

“Kami mencatat ada sekitar 460 kasus DBD pada anak-anak usia sekolah sepanjang 2024. Hal ini menjadi perhatian khusus kami karena mereka adalah generasi penerus yang harus dilindungi,” kata dr. Sunarto.

Selain itu, kelompok usia 5 hingga 44 tahun juga tercatat menyumbang 77,76% dari total kasus DBD di tahun 2024. Meskipun demikian, jumlah kasus meninggal dunia akibat DBD relatif rendah, yakni hanya satu kasus yang terjadi di akhir tahun 2024.

Fokus Penanganan dan Edukasi

Menghadapi tren awal 2025, dr. Sunarto menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam pencegahan DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pasalnya, kunci utama mencegah DBD adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan memastikan tidak ada genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.

“Kami juga mengimbau agar masyarakat aktif mengikuti fogging dan program PSN yang dilakukan secara berkala,” ujarnya.

Dinkes PPKB Trenggalek juga terus mendorong edukasi ke sekolah-sekolah, mengingat tingginya kasus DBD pada anak usia sekolah. Program ini mencakup pemberian informasi mengenai gejala DBD, pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, dan langkah-langkah awal penanganan jika ada anggota keluarga yang diduga terjangkit.

Kondisi Per Wilayah

Secara keseluruhan, sebaran kasus DBD di awal 2025 tersebar di berbagai wilayah kerja Puskesmas. Selain Watulimo (6 kasus), wilayah dengan angka kasus lainnya adalah Gandusari (5 kasus), Trenggalek (3 kasus), Pogalan (3 kasus), Kampak (3 kasus), Munjungan (2 kasus), Bendungan (2 kasus), dan Dongko (1 kasus).

“Kami terus memantau perkembangan ini dan berupaya agar tidak terjadi lonjakan seperti tahun lalu,” tegas dr. Sunarto.

Dengan pola cuaca yang tidak menentu, risiko penyebaran DBD diprediksi tetap tinggi. Oleh karena itu, kewaspadaan dini dan tindakan pencegahan harus menjadi prioritas bersama untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari ancaman penyakit ini.

“Kolaborasi antara pemerintah daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat penting untuk mengatasi ancaman DBD di Trenggalek,” pungkas dr. Sunarto.(CIA)