TRENGGALEK, bioztv.id – Polemik dugaan penyalahgunaan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 1 Kampak semakin terkuak. Dua siswa penerima manfaat mengungkap fakta bahwa pihak sekolah justru memakai dana bantuan pendidikan untuk melunasi iuran, bahkan sebagian sekolah arahkan untuk sumbangan yang seharusnya sukarela.
Yang lebih mengejutkan, pihak sekolah tidak memberikan kartu ATM dan buku tabungan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada siswa. Sebaliknya, pihak sekolah menguasai dan bahkan mencairkan dana PIP sendiri tanpa melibatkan siswa.
Dana PIP Jadi “Lumbung” Iuran Wajib
Maulana Ibrahim, siswa kelas 12, mengaku hampir seluruh dana PIP yang ia terima habis untuk membayar iuran. Dari Rp1,8 juta yang cair, ia hanya menerima Rp140 ribu. Ia bercerita bahwa pihak komite memanggilnya ke ruangan, lalu bendahara berkata: “Mumpung ada uang, dibayarkan sekarang saja ya.”
“Mereka menganggap saya punya tunggakan iuran PMP bulanan selama dua tahun, total Rp1,56 juta. Mereka juga menyuruh saya mencicil sumbangan amal jariyah,” ungkap Maulana.
Maulana menjelaskan bahwa sekolah menetapkan sumbangan amal jariyah sebesar Rp500 ribu, meski bisa dicicil.
“Jadi uang PIP yang saya terima hanya tersisa Rp140 ribu saja,” katanya.
Ia juga menuturkan bahwa pihak sekolah menahan buku tabungan dan ATM KIP miliknya dengan alasan keamanan.
“Katanya supaya tidak hilang. Tapi itu hak siswa. Bahkan PIN-nya saya juga tidak tahu. Mereka hanya memberi tahu saat mengambil uang di ATM, lalu langsung meminta kembali kartunya,” tambah Maulana.
Sekolah Ambil Alih Proses Pencairan
Kesaksian serupa datang dari Lutfi Rania Dibati, siswa kelas 12 lainnya. Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah mengambil sendiri dana PIP senilai Rp1,8 juta. Pihak sekolah sudah lebih dulu mencairkannya dan menyerahkannya ke bendahara komite.
“Saat mereka memanggil saya ke ruang komite, uang PIP saya sudah ada di sana. Lalu mereka menunjukkan buku-buku tagihan iuran,” ujar Lutfi.
Lutfi menambahkan bahwa bendahara komite juga berkata: “Mumpung ada uang, dibayarkan semua saja.” Saat ada temannya yang meminta pembayaran dicicil, bendahara menolak.
“Akhirnya mereka tetap meminta kami membayar penuh semua jenis tanggungan. Sisa uang saya tinggal Rp200 ribuan,” tuturnya.
Lutfi juga menegaskan bahwa pihak sekolah masih menyimpan kartu KIP dan buku tabungannya.
“Dari dulu sampai sekarang memang sekolah yang menyimpannya. Bahkan PIN-nya pun hanya mereka yang tahu,” tegasnya.
Bertolak Belakang dengan Aturan
Temuan ini jelas bertolak belakang dengan aturan Pemprov Jawa Timur. Sebelumnya, Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa pihak sekolah wajib menyalurkan dana PIP penuh kepada siswa tanpa potongan. Emil juga menekankan bahwa iuran atau sumbangan komite tidak boleh bersifat wajib dan harus dikelola secara transparan.
Namun, kesaksian siswa SMAN 1 Kampak menunjukkan praktik berbeda. Pihak sekolah justru mengarahkan dana bantuan yang seharusnya meringankan beban pendidikan siswa untuk menutup kewajiban iuran.(CIA)
Views: 139

















