TRENGGALEK, bioztv.id – Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Trenggalek untuk pembangunan 20 tahun kedepan masih menjadi perdebatan. Pembahasan RPJPD dengan judul Trenggalek Net Zero Carbon ditingkat pansus DPRD trenggalek masih cukup alot. Pasalnya, pansus masih belum yakin dengan keterangan Bapeda maupun Sekda.
Ketua Pansus RPJPD Trenggalek, Mugianto mengatakan, RPJPD Trenggalek untuk Tahun 2025-2045 mengusung visi dengan judul “Kabupaten Trenggalek Net Zero Carbon, dengan pendapatan tinggi yang berdaya saing kolektif”. Hingga saat ini Pansus masih membutuhkan banyak informasi dan kepastian terkait implementasi konsep Net Zero Carbon di Trenggalek.
“Kami ingin tahu secara detail poin-poin utama yang harus dilakukan di Trenggalek terkait Net Zero Carbon. Apakah fokusnya pada peningkatan PDRB, pengentasan kemiskinan, atau pembangunan infrastruktur?” ujar Mugianto.
Mugianto menyebut bahwa meskipun judul RPJPD tidak harus sepenuhnya linier dengan RPJP nasional, namun harus tetap sejalan dengan visi yang ada. Sementara itu Kabupaten Trenggalek merujuk pada visi kelima RPJP Nasional yang menitikberatkan pada pengurangan gas rumah kaca.
“Kami ingin tahu apakah Trenggalek sudah siap menghadapi isu karbon ini. Fokus utama kami sebenarnya adalah pada peningkatan PDRB, pengurangan kemiskinan, dan pengembangan infrastruktur,” tambahnya.
Diskusi panjang juga terjadi antara Pansus dengan Sekda, Bappeda, dan tim asistensi mengenai mekanisme penjualan karbon. Mugianto menyoroti bahwa banyak pertanyaan yang masih belum terjawab, seperti biaya sertifikasi per hektar, kompensasi dari penjualan karbon, dan mekanisme kerjasama dengan Perhutani.
“Kami butuh kepastian dan keyakinan sebelum sepakat dengan tema ini. Harapannya adalah kita bisa mendapatkan stimulus anggaran yang bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita,” tegas Mugianto.
Dalam perdebatan tersebut, juga muncul kekhawatiran tentang lahan milik Perhutani yang akan disertifikasi untuk emisi karbon.
“Apakah Perhutani tidak akan mempermasalahkan jika lahan mereka disertifikatkan? Bagaimana jika Perhutani ingin ikut terlibat? Ini semua butuh kepastian regulasi,” jelas Mugianto.
Pansus RPJPD Trenggalek berencana untuk merujuk ke Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk mendapatkan masukan dan menambah keyakinan dalam merumuskan RPJPD yang tepat dan efektif.
“Kami ingin merujuk ke Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan BPDLH agar mendapat masukan yang memperkuat keyakinan kita,” jelas Mugianto.
Dari hasil analisa Pansus RPJPD, saat ini masih terdapat beberapa tantangan yang perlu dihadapi Trenggalek dalam mewujudkan visi Net Zero Carbon, antara lain, Pertama, Kurangnya informasi dan kepastian terkait implementasi Net Zero Carbon. Kedua, Belum jelasnya skema perdagangan karbon dan keuntungan yang akan diperoleh. Ketiga, Kemungkinan munculnya komitmen dan kompensasi dari pihak Perhutani. Sedangkan yang Keempat terkait kebutuhan akan regulasi dan infrastruktur yang mendukung.
Meskipun terdapat banyak tantangan, Pansus RPJPD Trenggalek optimis bahwa dengan kehati-hatian dan perencanaan yang matang, visi Net Zero Carbon dapat diwujudkan dan membawa manfaat bagi Trenggalek.
Visi Net Zero Carbon di Trenggalek merupakan sebuah langkah ambisius untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan kehati-hatian, perencanaan yang matang, dan penyelesaian berbagai tantangan yang ada.(CIA)