TRENGGALEK, bioztv.id – Meskipun dentuman sound horeg dan pengeras suara berdaya tinggi sering mewarnai hajatan, konser, hingga pesta rakyat di Trenggalek. Rumah sakit umum daerah (RSUD) setempat memastikan hingga kini belum ada pasien yang mengalami gangguan pendengaran akibat paparan bising.
Dokter Spesialis THT RSUD dr Soedomo Trenggalek, dr. Sabilarrusydi, Sp.THT-KL, menyebut selama dua tahun terakhir keluhan telinga yang paling sering muncul masih seputar kotoran telinga (cerumen) dan infeksi liang telinga (otitis eksterna).
“Sampai sekarang, kami belum menerima pasien dengan gangguan pendengaran karena trauma bising. Peningkatan pasien memang ada, tapi kasusnya tetap didominasi kotoran telinga dan infeksi liang telinga,” jelas Sabilarrusydi.
Menurutnya, kasus itu dialami oleh semua kelompok usia, mulai anak-anak hingga lansia. Namun ia menegaskan, nihilnya korban bukan berarti masyarakat bisa lengah. Paparan suara keras dalam jangka waktu tertentu tetap berisiko merusak saraf pendengaran secara permanen.
Batas Aman Suara Menurut Regulasi
Berdasarkan aturan Kementerian Ketenagakerjaan, batas aman kebisingan adalah 85 desibel selama maksimal 8 jam. Setiap kenaikan 3 desibel, durasi aman mendengarkan akan berkurang setengahnya.
“Kalau naik jadi 88 desibel, hanya boleh 4 jam. Kalau 91 desibel, maksimal 2 jam. Semakin tinggi, semakin sebentar batas amannya,” ujarnya.
Yang paling mengkhawatirkan adalah paparan hingga 120 desibel, kekuatan suara ini sering digunakan di sound horeg atau konser besar.
“Level itu sudah danger area. Hanya aman 10 detik. Lebih dari itu, saraf pendengaran pasti terpengaruh,” tegasnya.
Kritik Kebijakan Volume 120 Desibel Gubernur Jatim
Sabilarrusydi pun mengkritik kebijakan Pemprov Jawa Timur yang mengizinkan penggunaan pengeras suara hingga 120 desibel. Menurutnya, kebijakan itu berisiko tinggi bagi kesehatan pendengaran, apalagi jika acara berlangsung berjam-jam dan tanpa pengukuran kebisingan yang tepat.
Ia merekomendasikan agar masyarakat dan penyelenggara acara menggunakan sound level meter untuk memastikan volume tetap aman, serta memberi jeda atau mengurangi durasi paparan suara keras.
“Kerusakan pendengaran sifatnya permanen. Begitu rusak, tidak bisa pulih. Jadi lebih baik kita mengalah sedikit demi telinga kita sendiri,” pungkasnya.(CIA)
Views: 34