Kontroversi Pantai Konang Bersertifikat Hak Milik, Perhutani Trenggalek Pastikan Bukan Area Hutan

oleh
oleh

TRENGGALEK, bioztv.id – Munculnya sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Pantai Konang, Desa Nglebeng, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, memicu kontroversi di tengah masyarakat. Terlebih, lokasi tersebut berdekatan dengan kawasan hutan yang masuk dalam pengelolaan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Trenggalek.

Wakil Administratur Kediri Selatan, Hermawan, menegaskan bahwa kawasan hutan di sekitar Pantai Konang masih aman dari kepemilikan pribadi. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan peta kawasan, wilayah yang bersertifikat hak milik berada di bibir pantai dan bukan termasuk dalam kawasan hutan.

“Untuk lokasi yang ber-SHM di Pantai Konang berada di luar kawasan hutan. Namun, perbatasannya masuk di petak 65 dengan luas sekitar 4 hektare,” ujar Hermawan.

Menurutnya, kelas hutan di wilayah pantai konang merupakan kawasan hutan Perlindungan Setempat (KPS) dan masuk dalam hutan produksi.

“Seusai peta yang saya lihat, kawasan yang ber-SHM berada di bibir pantai, dan untuk kawasan hutan sendiri tetap aman,” ujar Hermawan.

Berdasarkan data yang ditampilkan di situs resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui bhumi.atrbpn.go.id, sejumlah tanda menunjukkan bahwa lahan di sepanjang bantaran pantai tersebut telah bersertifikat hak milik. Luasnya bervariasi, dengan rata-rata di atas 2.000 meter persegi, bahkan ada yang mencapai lebih dari 3.000 meter persegi.

Beberapa koordinat yang memiliki SHM di antaranya berada di 8.269998°S, 111.449725°E dengan luas 2.166 meter persegi, serta 8.270594°S, 111.450347°E dengan luas 2.519 meter persegi.

Keberadaan sertifikat ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar penerbitannya dan apakah lahan tersebut seharusnya bisa dimiliki secara pribadi.  Sulistyo, warga setempat menyebut setidaknya ada lima sertifikat yang telah diterbitkan sejak era 1990-an dengan luas yang cukup signifikan. Menariknya, pemilik SHM tersebut disebut-sebut mayoritas berasal dari kalangan pejabat dan aparat pada masa penerbitannya.

Upaya konfirmasi kepada ATR/BPN Trenggalek terkait penerbitan sertifikat ini menemui jalan buntu. Proses birokrasi yang berbelit-belit membuat jurnalis kesulitan mendapatkan jawaban. Bahkan, meski Kepala BPN Trenggalek sempat ditemui di teras kantornya, jurnalis yang ingin mewawancarainya justru diarahkan ke petugas keamanan, yang kemudian menolak menyampaikan permintaan konfirmasi kepada Kepala BPN.(CIA)