TRENGGALEK, bioztv.id – Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Trenggalek, Ely Eriawati, apresiasi kritik dan masukan komisi II DPRD Trenggalek. Namun, dibalik kritikan tersebut, Ely juga beberkan terkait program sebenarnya yang menjadi sorotan. Menurutnya ada beberapa informasi yang perlu penjelasan lebih lanjut.
Menurut Ely Ariawati sesuai informasi yang berkembang di media, ada beberapa yang perlu diluruskan. Diantaranya program yang dibahas dalam rapat kerja dengan komisi II bukanlah pelatihan kerja, melainkan program sosialisasi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), yang bertujuan memberikan panduan bagi pelaku usaha dengan risiko menengah hingga tinggi dalam proses perizinan.
“yang dibahas itu bukan pelatihan kerja, melainkan sosialisasi SIINas untuk pelaku usaha yang perlu memiliki akses ke sistem SIINas. Dalam kegiatan ini, kami mendampingi pelaku usaha mulai dari pembuatan akun hingga proses unggah data yang akan diverifikasi melalui OSS RBA di Dinas PTSP,” jelas Ely.
Menanggapi isu penggunaan anggaran sekitar Rp 70 jutaan, Ely juga menyebut bahwa kurang tepat. Karena anggaran yang sebenarnya adalah Rp 75 juta. Sedangkan terkait nominal pemanfaatan anggaran sejumlah Rp 5 juta yang dikabarkan sebagai anggaran pokok bagi masyarakat, menurutnya juga kurang tepat.
“Anggaran untuk masyarakat yang terlibat dalam sosialisasi ini mencapai sekitar Rp 68 jutaan, bukan hanya Rp 5 juta,” jelasnya.
Anggaran pokok tersebut meliputi biaya narasumber, makanan dan minuman, serta perlengkapan seperti ATK.
“Jadi, anggaran yang langsung berdampak ke masyarakat jauh lebih besar dari yang diberitakan kemarin,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Trenggalek, Mugianto, dalam rapat evaluasi Disperinaker menyoroti ketidakseimbangan antara anggaran yang dihabiskan dan manfaat yang diperoleh masyarakat. Menurutnya, anggaran sebesar Rp 70 juta untuk kegiatan pelatihan masih didominasi oleh biaya-biaya umum dibandingkan alokasi langsung bagi masyarakat.
“Anggaran yang langsung dirasakan masyarakat sangat kecil dibandingkan keseluruhan. Ini ibarat membeli sapi tapi lebih mahal talinya,” kata Mugianto, mengilustrasikan perlunya alokasi anggaran yang lebih seimbang.
Mugianto juga mendorong agar perencanaan anggaran ke depan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Kami mendorong agar program ini dirancang ulang sehingga manfaatnya lebih nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Hasil dari evaluasi ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan RAPBD 2025, dengan harapan program-program yang diusulkan semakin realistis dan tepat sasaran.(CIA)