Tradisi Unik Salat Tarawih Kilat di Blitar, 23 Rakaat Hanya 10 Menit Sudah Berjalan Lebih 1 Abad

oleh
oleh

BLITAR, bioztv.id – Sebuah tradisi unik dalam pelaksanaan salat tarawih terjadi di Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Desa Mantenan, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar. Di pondok pesantren ini, ribuan jemaah menunaikan salat tarawih sebanyak 23 rakaat hanya dalam waktu sekitar 10 menit.

Tradisi ini telah berlangsung selama lebih dari satu abad dan tetap menarik perhatian umat Muslim dari berbagai daerah.

Muhamad Shodiwi Basthul Birri, putra pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam, menjelaskan bahwa tradisi salat tarawih kilat ini sudah ada sejak tahun 1907, dimulai oleh KH Abdul Qofur. Awalnya, inovasi ini muncul untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar yang mayoritas petani dan peternak, sehingga mereka tetap bisa beribadah tanpa mengganggu pekerjaan mereka.

“Pada awalnya, banyak warga yang enggan ikut berjemaah karena durasi salat tarawih yang dianggap terlalu lama. Maka, kakek buyut kami mencetuskan metode ini agar masyarakat tetap bisa menjalankan ibadah dengan lebih ringan,” ujar Shodiwi saat ditemui setelah salat tarawih kilat.

Meskipun dilakukan dengan ritme yang lebih cepat, Shodiwi menegaskan bahwa salat ini tetap memenuhi syarat dan rukun yang sah. Tidak ada yang dikurangi dalam gerakan maupun bacaannya, hanya tempo pelaksanaannya yang lebih singkat.

Ibad, salah satu jemaah asal Kediri, mengaku sengaja datang ke pondok pesantren ini untuk merasakan salat tarawih kilat. Menurutnya, durasi yang cepat justru membuatnya lebih khusyuk dalam beribadah.

“Malah semakin khusyuk karena tidak ada jeda untuk memikirkan hal lain. Selain itu, bagi kami yang bekerja di malam hari, ini sangat membantu agar tetap bisa menjalankan ibadah tanpa mengganggu pekerjaan,” ungkap Ibad.

Setiap malam selama Ramadan, jemaah dari berbagai daerah seperti Blitar, Tulungagung, dan Kediri datang untuk mengikuti salat tarawih ini. Selain salat tarawih kilat, Pondok Pesantren Mambaul Hikam juga mempertahankan tradisi membunyikan beduk setelah salat berjemaah selesai. Tradisi ini semakin menambah semarak suasana Ramadan di pesantren tersebut.

Shodiwi menambahkan bahwa meskipun banyak orang yang terkejut dengan kecepatan salat tarawih di pondok pesantren ini, mereka yang telah mencoba justru merasa nyaman.

“Banyak yang awalnya ragu, tapi setelah merasakannya, mereka kembali lagi setiap tahun. Ini sudah menjadi bagian dari identitas kami,” pungkasnya.(CIA)