TRENGGALEK, bioztv.id – Tinjau Trenggalek, BMKG survey kondisi pasca bencana melanda Trenggallek, BMKG tegaskan jika suatu wilayah memiliki lereng lebih tinggi dari 15% tidak layak untuk permukiman. Lahan seperti itu layaknya hanya untuk penghijauan. Namun untuk kelayakan wilayah terdampak bencana juga masih harus disurvey kembali.
Mengacu keterangan keterangan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, kunjungannya di kabupaten Trenggalek ini dalam rangka untuk melakukan survey terhadap bencana-bencana itu sehingga dampaknya dapat diminimalisir nantinya. Saat ini 77,5% wilayah Jawa Timur memasuki musim hujan yang puncaknya akan terjadi pada Bulan Desember 2022 dan Januari 2023 mendatang. Sedangkan wilayah yang belum masuk musim hujan di wilayah tapal kuda dan sebagian di Madura.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menjelaskan, Bencana longsor dan tanah gerak di Trenggalek selama beberapa waktu terakhir sebenarnya perpaduan antara lahan yang sudah lama kering dan terjadi hujan. Sehingga lahan tersebut terisi air ujan dan terajdi longsor. Pasalnya, tanah kering yang terisi hujan, maka pada berat jenis itu akan terjadi perpindahan masa. Disisi lain jika suatu wilayah memiliki lereng lebih tinggi dari dari 15%, maka lahan tersebut tidak layak dijadikan permukiman. Lahan seperti itu cocoknya hanya unutk penghijauan.
Guswanto juga menambahkan, terkait bencana tanah longsor dan tanah gerak di Trenggalek harus dilihat bagaimana tanah longsor itu terjadi. Kemudian bagaimana landscape- lereng di lokasi itu. Pasalnya, curah hujan hanyalah faktor pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Sedangkan faktor lainnya adalah lingkungan, daya dukung dan daya tampung lingkungan.